Friday, March 23, 2007

strategi kubu israel-amerika


(oleh; Wita Dwi Maharani Putri)

Israel telah melakukan sekian banyak pelanggaran HAM, terutama hak untuk hidup. Banyak strategi politik yang dilancarkan pemerintah Israel untuk menguasai tanah Al-Quds. Sudah menjadi rahasia umum Israel melakukan pemukulan dan menghancurkan rumah warga Palestina secara utuh ataupun sebagian. Israel telah melanggar UU No.2 Hukum Internasional mengenai penangkapan anak-anak, hak kesehatan, penyediaan kondisi yang sesuai. Israel terkenal dengan sikap layaknya seorang penjajah yang rakus terhadap tanah dan mengklaim bahwa tanah Al-Quds adalah tanah nenek moyang mereka. Data tahun 2006 anak-anak Palestina sebanyak 72,9% masih tanpa status ditahan Israel.
Perundingan damai kerap sering dilakukan namun dari fakta yang ada justru menambah permusuhan antara Israel dengan bangsa Palestina. Namun, bukan berarti ini hanya persoalan kedua kubu itu, persoalan Palestina merupakan persoalan global. Bahkan Menlu Amerika Serikat, Condalizza Rice berjanji melakukan proses ‘perdamaian’ yang bertujuan memperluas pemukiman Yahudi di Tepi Barat. Rice menyatakan akan melakukan penerapan peta jalan. Lalu bagaimana dengan reaksi bangsa muslim sendiri? Perdamaian tidak akan pernah terjadi selama di tanah Arab masih berstatus terjajah. Contohnya saja perjanjian Oslo yang berada di bawah jaminan pemerintah Amerika. Amerika mengatur batas-batas bangsa Palestina dengan berbagai rambu dengan alasan ‘perdamaian’. Namun bangsa super-power itu tidak pernah komitmen dengan janjinya. Amerika bisa saja mementingkan kepentingan Israel, kendati Bush sudah kalah pamor lantaran kebijakan perang Irak. Kebijakan Amerika selalu memihak pihak Israel secara total dan tidak memandang hak rakyat Palestina untuk melakukan perlawanan dan pembelaan diri. Amerika memandang bahwa Israel berhak melakukan aksi-aksi serangan dan pembunuhan. Amerika tidak dapat memberi solusi atas persoalan yang dihadapi Palestina, namun sebaliknya Amerika bekerja untuk kepentingan dan keamanan Penjajah Israel di Palestina. Dengan kata lain, jalan dialog mengenai pembentukan pemerintahan otoritas Palestina sudah buntu. Hal ini karena intervensi dari Amerika terhadap persoalan Palestina. Sayangnya, dukungan Amerika ini menanamkan opini seakan ini karena alasan dalam diri Palestina sendiri. Padahal tidak ada pembenaran apapun yang menegaskan bahwa pemerintah persatuan sudah mentok di jalan buntu. Keberhasilan pemerintahan persatuan Palestina terletak pada kesepakatan faksi-faksi Palestina terhadap satu program dan ini yang sudah dicapai dalam piagam kesepakatan nasional Palestina yang sudah dicapai dalam dialog di Mesir.
Di dalam salah satu konfrensi zionis sedunia, Ben Gorion menyatakan, “Kita tidak mengkhawatirkan sosialisme, revolusiisme ataupun demokratisasi di kawasan. Yang kita takutkan adalah Islam yang sudah tidur panjang yang kini mulai siuman.” Bangsa Palestina memang sangat membutuhkan barisan-barisan kuat ditengah serangan Israel disamping intervensi Amerika dan Inggris. Apalagi ditambah sudah menjadi rahasia umum, adanya rencana serius Israel dengan dukungan Amerika untuk memblokir situs yang dianggap menganggu kegiatan Israel di tanah AL-Quds, dengan alasan dianggap sebagai daftar situs teroris yang harus diblokir, dengan cara strategi MUD Approach yakni Monitoring, Using and Dispruting. Monitoring digunakan untuk mengetahui orientasi mana yang moderat dan mana yang radikal. Using untuk mengetahui tempat dan identitas teroris, pemilik situs yang dihubungkan ke situs penyedia layanan data base tamu. Disrupting untuk menyerang situs misalnya dengan menyebarkan virus.
Data tahun 2006, Israel membunuh 114 bocah di bawah usia 18 tahun. Sementara 16 orang gugur, di antaranya 2 wanita dalam aksi melawan Israel. Pada bulan Juli 2006, terbit data korban sejak awal tahun yang jumlahnya sekitar 180 meninggal. Ala’ Hani, misalnya adalah anak dari sekian banyak korban penindasan oleh Israel. Bocah berusia 13 tahun ini meninggal akibat peluru Israel ketika sedang demonstrasi memprotes tembok pemisah rasial di desanya, Bitin.
Terdapat 19 cara bentuk penyiksaan yang dilakukan untuk anak-anak Palestina. Diantaranya, menyatukan mereka dengan para tawanan kriminal dan tidak boleh dikunjungi keluarganya. Sejak tahun 2000, dilakukan penempatan tahanan politik anak-anak satu sel dengan tahanan kriminal Israel. Anak-anak baru ditempatkan dalam 27 kamar yang memang spesial bagi tahanan kriminal Israel dengan setiap kamar diisi oleh 2-3 tahanan. Hal ini membuat pelanggaran dan pelecehan terhadap hak-hak anak Palestina. Lebih dari 400 anak Palestina menjadi tahanan penjara Israel. Usia mereka berkisar 12-18 tahun, dengan 20 tahanan administrasi dan 270 tahanan permanent. Pemeriksaan yang dilakukan Israel melanggar perjanjian Jenewa No.370 dan 40 tentang hak-hak anak kecil. Pemeriksaan tawanan anak-anak yang terjadi di penjara Telmoned, Israel melanggar tradisi yang secara hukum dengan tidak menyentuh badan. Apalagi dengan adanya isolasi dan pemindahan dengan tujuan menghindari serangan dan menciptakan kekhawatiran bagi keluarga tahanan.
Tak jarang perlakuan diskriminatif terjadi antara tawanan anak-anak Palestina dengan tawanan Israel diantaranya diskriminasi keleluasaan menelepon, dan kunjungan keluarga. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Palestina akhir tahun 2005, masyarakat Palestina adalah masyarakat yang didominasi oleh usia muda, di mana kelompok usia muda di bawah usia 14 tahun ke bawah berjumlah 46% dari keseluruhan penduduk Palestina. Sementara pemuda dan usia pubertas yang usianya antara 10-24 berjumlah 33% dari total penduduk. Ini sangat berbeda dengan masyarakat Israel yang didominasi kaum tua.
Namun, bagaimanapun data terakhir tahun ini terdapat strategi bertujuan menipiskan kaum pemuda dikalangan bangsa Palestina, terlebih lagi banyak penyiksaan yang mayoritas dilakukan para pejuang dalam usia muda, apalagi jika setengah rakyat Palestina adalah usia dibawah 18 tahun. Akhir tahun 2006, misalnya, jumlah anak-anak Palestina di bawah umur 18 tahun adalah 2,1 juta anak atau 52,3% dari total penduduk Palestina. Kiranya perjuangan kaum pemuda memang merupakan ujung tombak perubahan suatu bangsa, maka sudah selayaknya tidak perlu lagi menerima pelbagai pertemuan dengan dalil perdamaian, karena cenderung membuat memecah-belah gerakan yang ada di dalam bangsa Palestina dan hal ini justru memperkuat serangan Israel secara halus, dan akan menjadi kenikmatan bagi bangsa Israel untuk mewujudkan cita-cita nenek moyang mereka untuk merebut Al-Quds.(wdmp)

No comments: